Pertemuan antara pttogel Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden terpilih Prabowo Subianto di Kota Solo pada akhir Juli 2025 lalu sempat mengundang spekulasi publik. Banyak pihak menduga bahwa pertemuan tersebut membahas sejumlah isu strategis, termasuk rencana pemberian abolisi kepada Thomas Lembong serta amnesti kepada politisi PDI-P, Hasto Kristiyanto. Namun, Presiden Jokowi secara tegas membantah adanya pembahasan mengenai abolisi maupun amnesti dalam pertemuan empat mata tersebut.
Dalam konferensi pers yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (1/8), Jokowi menjelaskan bahwa pertemuan tersebut bersifat silaturahmi biasa yang rutin dilakukan, terutama menjelang masa transisi pemerintahan. “Enggak ada pembahasan soal itu (abolisi dan amnesti). Kami hanya ngobrol santai, bicara tentang transisi, program strategis nasional, dan hal-hal teknis yang perlu dikawal bersama. Tidak ada pembicaraan soal kasus hukum siapa pun,” tegas Jokowi.
Pernyataan ini sekaligus membantah berbagai rumor yang beredar di media sosial maupun kalangan politisi bahwa Jokowi sedang “melicinkan jalan” bagi rekonsiliasi politik melalui pemberian abolisi dan amnesti. Diketahui, nama Thomas Lembong mencuat dalam pusaran kasus penyebaran informasi rahasia negara, sementara Hasto Kristiyanto tengah menghadapi kasus dugaan obstruksi keadilan dalam penyidikan KPK.
Transisi Kekuasaan dan Isu Politik
Meski Jokowi tidak menyinggung isu hukum dalam pertemuannya dengan Prabowo, banyak pengamat politik menilai bahwa dinamika antara pemerintah saat ini dan pemerintahan yang akan datang sedang berada dalam proses kompromi politik yang cukup intens. Terlebih, Prabowo yang selama ini dikenal dekat dengan Jokowi telah beberapa kali memberikan sinyal bahwa ia ingin melanjutkan stabilitas dan pembangunan yang sudah dirintis pemerintahan saat ini.
Namun, Prabowo juga tengah menghadapi tantangan besar dalam membentuk kabinet inklusif yang mampu mengakomodasi berbagai kekuatan politik, termasuk PDI-P yang berada di luar koalisi pemenang. Di sinilah muncul spekulasi bahwa amnesti dan abolisi bisa menjadi “alat barter politik” untuk meredam ketegangan antarfaksi menjelang pelantikan presiden baru pada Oktober mendatang.
Reaksi Publik dan Tokoh Politik
Sejumlah tokoh politik bereaksi terhadap pernyataan Jokowi. Politisi dari Partai NasDem, Taufik Basari, menyebut bahwa sikap Jokowi yang tidak mencampuri proses hukum sangat positif dan harus diapresiasi. “Jika benar Presiden tidak turut campur dalam proses hukum, itu kabar baik bagi supremasi hukum kita,” ujarnya.
Sementara itu, dari kubu PDI-P, beberapa elite partai masih menaruh harapan bahwa negara hadir dalam bentuk keadilan restoratif terhadap kader mereka, termasuk Hasto Kristiyanto. Namun mereka juga menyatakan akan menghormati proses hukum yang berjalan.
Di media sosial, pernyataan Jokowi menuai beragam komentar. Sebagian publik menilai pertemuan itu adalah hal biasa antara presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya dan penggantinya. Namun, tidak sedikit juga yang tetap skeptis, menganggap bahwa ada “pembicaraan terselubung” yang tidak akan diumumkan secara terbuka.
Menjaga Netralitas di Masa Transisi
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menyebut bahwa penting bagi Jokowi untuk menjaga posisi netralnya di masa transisi. “Presiden memang memiliki hak prerogatif dalam hal abolisi dan amnesti. Tapi penggunaannya di masa akhir jabatan harus benar-benar objektif, tidak sarat kepentingan politik,” kata Zainal.
Ia juga menambahkan bahwa pemberian abolisi dan amnesti memiliki prosedur hukum yang ketat, termasuk keterlibatan DPR. Oleh karena itu, keputusan apapun terkait hal ini harus melalui mekanisme yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional.
Penutup
Pernyataan Jokowi yang menyatakan tidak membahas abolisi dan amnesti dengan Prabowo di Solo menjadi klarifikasi penting di tengah panasnya isu politik nasional menjelang pelantikan presiden baru. Meski demikian, dinamika politik Indonesia dalam beberapa bulan ke depan masih menyimpan banyak kemungkinan. Publik tentu akan terus mencermati setiap langkah yang diambil baik oleh pemerintah yang sedang berjalan maupun oleh pemerintahan yang akan datang.
Sebagai negara demokratis, transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses, termasuk pemberian abolisi atau amnesti, adalah kunci menjaga kepercayaan masyarakat. Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo, walau disebut sebagai silaturahmi biasa, tetap menjadi simbol penting dari transisi kekuasaan yang damai dan bermartabat.
